Grace Oey

Aku adalah Penyuka Fenomena Senja... Hangatnya, Biasnya, Cahayanya, dan tentu saja Cintanya... Aku Sendiri adalah Semburat Fajar..

Friday, October 28, 2011

The Alchemist...

Terkadang hidup kita sama seperti seorang alkemis muda yang mendengar desas-desus tentang tambang emas di suatu tempat... Ia dengan bersemangat memutuskan untuk pergi dan mencari emas itu. Berbekal pengetahuannya, kecintaannya akan logam mulia itu, pergilah ia dengan tekad tak akan kembali sebelum menemukan apa yang ia cari.

Sungai itu penuh dengan bebatuan, ternyata. Tentu akan sulit sekali mencari emasnya. Ia akan harus berhati-hati dan perlahan-lahan menggali, tanpa merusak alam. Itu bukan masalah besar, tentu saja Ia akan sabar. Ini namanya hasrat. Bukan hanya sekedar ingin saja. Ini namanya dedikasi. Bukan hanya sekedar ingin keuntungan.

Maka ia mulai menggali. Perlahan dan hati-hati.

Yaa, tentu saja di hari pertama penggalian, emas itu belum muncul. Bahkan para ilmuwan dan profesor kuno harus kehilangan sebagian besar rambut karena lamanya penelitian mereka. Jadi bukan apa-apa jika hari-hari pertama penggalian ini belum menghasilkan apapun. Bahkan, setelah bulan-bulan pertama terlewati dan emas itu belum nampak juga, itu pun normal. Alkemis muda tetap antusias.

Tapi bagaimana setelah tahun pertama berlalu, dan emas itu tak juga kelihatan? Tentu Alkemis muda berpikir, apakah desas-desus itu hanya desas-desus saja? Pertanyaan demi pertanyaan mulai bermunculan di benaknya. Maka mulailah ia meragu. Tapi tetap menggali.

Tahun kedua berlalu, emas tak kunjung nampak. Ia kini tak hanya meragu, tapi skeptis. Hanya saja, Ia tak mungkin bisa kembali pulang. Semua orang menunggu Ia membawa pulang emas itu, karena saat Ia hendak memulai perjalanan, orang-orang mengantar kepergiannya dengan sejuta harapan untuknya. Jadi Ia terus menggali tanpa lelah, tapi kini tanpa hasrat yang sama.

Tahun ketiga tiba, tak ada emas. Yang ada hanya lepuhan-lepuhan di telapak tangannya, yang kini tak perih lagi tapi membentuk lapisan kulit baru yang kapalan dan kasar, mungkin tak jauh berbeda dengan telapak hatinya juga. Ia mulai marah dan menyesal. Mengapa dulu Ia begitu impulsif mengambil keputusan. Mengapa dulu Ia berani berkoar-koar pada orang-orang. Kini, bertahun-tahun sudah, dan tak setitik pun emas yang Ia temukan. Tapi ia harus marah pada siapa. Pada orang-orang penyebar desas-desus itu? Pada sungai penuh bebatuan keras yang ternyata sama sekali tidak mengandung emas ini? Atau pada ketekunannya yang begitu bodoh?

Sungguh tak tertahankan lagi. Ia mengambil batu sekepalan tangannya. Satu batu untuk satu kebodohan. Jadi ia mengambil tiga. Batu pertama, untuk desas-desus yang dengan impulsif ia percayai. Ia mengambil ancang-ancang, dengan sekuat tenaga, melempar batu itu ke bawah, ya ke bawah, tidak lurus ke depan, karena tekanannya akan jauh berkurang.

"Untuk aku yang impulsif!!!"
Dan Bruaaakkkkk!!!!!! bebatuan hancur berserpih-serpih.

Batu kedua, untuk sungai yang tak mengandung emas ini.
"Untuk batu yang ternyata hanya batu!!!"
Bruaaakkkkk!!!!!! serpih-serpih batu mengepulkan debu ke matanya sedikit.

Batu ketiga, untuk ketekunannya yang bodoh.
"Untuk aku yang tekun tapi bodoh!!!!!!"
Sekali lagi, bunyi batu berbenturan dengan batu memecah keheningan alam yang sepi.
Bruaaaaakkk!!!!!! Bunyi itu bahkan bergema.

 Alkemis muda terduduk lesu. Lelah. Ia akan pulang setelah ini, mengubur dalam-dalam impiannya. Dan menanggung malu. Tentu ia akan terus tertunduk, sama seperti sekarang.

Tapi...

Benda apa itu di antara bebatuan? Serpih-serpih kecil kekuningan... Menertawakan emosinya yang lepas kontrol. Alkemis muda menyentuhnya, perlahan mengangkatnya tepat di depan matanya.

Apakah fatamorgana? Tidak. Ini bukan padang gurun. Lagipula fatamorgana itu garis air, bukan serpihan keemasan yang ia genggam sekarang.

Lalu Alkemis muda mulai tertawa, perlahan, lalu terbahak. Setelahnya ia menandak-nandak. Emasnya sudah ditemukan!!!!! Setelah ia tak hanya hampir, tapi sudah putus asa.

 Ya, ya, ya... Hidup kita terkadang begitu.
Tahukah? Tuhan menciptakan dunia ini dan isinya, termasuk manusia, dengan rancangan sempurna.
Apakah lampu pijar temuan Thomas Alfa Edison termasuk? Ya!
Apakah telepon temuan Alexander Graham Bell juga? Ya!
Semua penemuan itu muncul di waktu yang tepat. Apakah dengan orang yang tepat? Tentu Saja!
Tuhan adalah Tuhan yang sangat sistematis, terschedule, dan tak pernah lalai.
Segala sesuatu tepat pada waktunya.
Jika lampu pijar harus di launching, tapi Thomas Alfa Edison menyerah pada percobaannya yang ke sembilan ratus sekian, akankah lampu pijar ditemukan? Pasti! Di hari, tanggal, jam dan waktu yang sama? Ya!
Tapi dengan penemu yang berbeda!!

Tidakkah kita sadar, bahwa setiap kita diciptakan bukannya tanpa tujuan? Temukan tujuanmu dan kejar itu tanpa kenal lelah, sampai titik terakhir, atau tujuan itu akan tergenapi, tapi bukan oleh kita. Oleh orang lain yang lebih tekun dan lebih pemberani, sementara kita menyerah lalu menyesal seumur hidup.

Find Your Dreams, Catch It!





-grace..., untuk para pengejar mimpi

inspired by Paulo Coelho (The ALchemist), Dr. Maqdelene Kawotjo (The Power of Goal)

No comments:

Post a Comment