Grace Oey

Aku adalah Penyuka Fenomena Senja... Hangatnya, Biasnya, Cahayanya, dan tentu saja Cintanya... Aku Sendiri adalah Semburat Fajar..

Friday, July 29, 2011

Sketsa Fiktif Kehidupan yang Terkuak dari Salah Satu Kamar Imajinasi di Otakku, Pada Suatu Malam...

Terlintas sekelebat kenangan di otakku.
Kenangan itu bukannya bukan milikku. Tentu saja milikku. Ia kan berada di otakku. Hanya saja aku tak pernah mengalaminya. Aku menciptakannya. Dan sepertinya tak tepat disebut kenangan. Tetapi aku bisa menggambarkan dengan jelas apa yang kulihat di sana. Perapian hangat dengan lidah api menari-nari, tempat tidur dengan selimut kotak-kotak tebal membungkus tubuh seorang gadis kecil yang berbaring di atasnya. Aku tak bisa bilang gadis itu aku, tapi bisa saja ia memang aku. Dan pria yang duduk di tepi tempat tidur itu, ah.. kuharap ia ayahku, karena sebenarnya ayahku tak pernah duduk di tepi tempat tidurku seperti itu. Ia memandang gadis kecil itu dengan tatapan hangat. Dan gadis kecil itu tersenyum padanya.

"Ayah, mengapa tidak mulai mendongeng untukku? Aku suka sekali kisah yang kau ceritakan padaku tiga malam yang lalu. Tentang Kelinci Hitam yang Nakal. Maukah kau mendongengkannya lagi untukku malam ini, Ayah?" pinta gadis kecil.

"Aku tidak akan mendongeng untukmu malam ini Nak," jawab sang Ayah sambil tersenyum, menghasilkan guratan-guratan kerut di wajahnya, pertanda menuanya segala keperkasaan masa muda. "Aku akan menceritakan padamu suatu kisah, petuah yang akan kau bawa sebagai bekal saat kau memulai perjalanan menuju kedewasaan. Jadi dengarkan baik-baik, aku akan berkisah mengenai rahasia waktu."

Gadis kecil mengangguk bersemangat. Ia suka mendengar kisah-kisah yang diceritakan Ayahnya.

"Waktu..," sang ayah memulai, "adalah bagian eksternal kehidupan manusia. Ia semaya dongeng-dongeng klasik, beterbangan seperti udara tak terlihat, tapi senyata lorong-lorong yang setiap hari kita lalui. Dan ia memiliki rahasia."

Gadis kecil mengangguk lagi. Tak sabar mendengar kelanjutan cerita itu.

"Perhatikan baik-baik nak, waktu, adalah penyamar ulung. Ia bisa datang sebagai apa saja di hadapanmu.Terkadang ia datang sebagai KESEMPATAN. Manusia menyukai penyamaran ini, karena memberi mereka ruang untuk meraih apapun yang mereka inginkan. Tetapi, adakalanya ia datang sebagai PENCURI, dan manusia berbalik membencinya. Karena ia merenggut begitu banyak bagian dari hidup manusia. Orang-orang terdekatmu, dirimu sendiri, bahkan bagian dirinya yang satu lagi, KESEMPATAN itu."

Gadis kecil sangat bingung. Adakah sesuatu atau lebih tepatnya bisakah sesuatu seperti itu? Merenggut dirinya sendiri dari manusia, padahal semula ia menyodorkan dirinya sendiri. Seperti sebuah ketidakkonsistenan yang parah.

"Tidak, tidak seperti itu Nak," sahut sang ayah. Rupanya gadis kecil tak sengaja menyuarakan pikirannya agak terlalu keras. "Sesungguhnya waktu selalu tepat dan konsisten, bahkan dengan segala penyamarannya itu. Ia bergerak konstan. Tak pernah menjadi cepat, dan tidak pula melambat. Hanya sugesti manusia yang membuatnya seolah terlihat cepat dan terkadang lambat, lalu dikambinghitamkan sebagai penyebab kegagalan.
Dan ia begitu sensitif. Jika kau menggunakannya dengan bijak, maka ia berkawan denganmu. Memberimu bagian dirinya yang bernama KESEMPATAN itu dengan sangat murah hati. Tapi jika kau mengabaikannya, maka ia juga tak mengenalmu. Dengan kejam ia akan berlalu, pergi, dan hilang begitu saja dengan membawa serta kesempatan. Hal yang kau sebut ketidakkonsistenan yang parah, padahal itu karena ulah manusia sendiri."

"Aku tak mengerti apakah sungguh ada sesuatu seperti itu di dunia ini. Ia terdengar begitu kompleks. Membingungkan."

"Aku bercerita padamu tidak dimaksudkan untuk dimengerti saat ini. Kau bahkan belum dewasa. Hanya saja, kau harus mengingat apa yang kukatakan ini. Seluruhnya. Karena siapa tahu aku dicuri darimu lebih dulu, dan kita bahkan belum tiba di bagian terburuknya."

"Apakah itu, ayah? Bagian terburuknya, maksudku."

"Bagian terburuknya, anakku, adalah jika kau menunda-nunda waktu. Kau, dan seluruh aspek kehidupanmu akan terperangkap di dalamnya. Secara harfiah."

"Seperti penjara?"

"Ya. Seperti penjara. Ia akan membelenggumu dan kau tak akan bisa membebaskan diri jika itu terjadi. satu-satunya cara, kau harus menemukan Sang Pencipta Waktu. Hanya dia yang bisa melepaskanmu dari belenggu itu. Tak ada yang pernah benar-benar bertemu dengannya, kau tahu. Tapi konon dia benar-benar ada."

Sang ayah diam. Gadis kecil pun terdiam pula. Matanya mulai memberat. Bukan karena ia terlena dengan kisah sang ayah, tapi karena terlalu sulit baginya mereka-reka seperti apa rasanya terperangkap dalam waktu. Hingga kemudian ia mengatupkan kelopak matanya, lalu lelap.


Tahukah kau? Manusia terkadang merasa dirinya sungguh sangat bijak. Dan kenangan yang kuciptakan ini, tak berarti apa-apa. Sungguh. Hanya saja aku berharap ia - si kenangan ini - benar2 pernah terjadi di suatu bagian hidupku dahulu. Aku berharap pria paruh baya itu ayahku, dan aku si gadis kecil pintar itu. Hanya agar aku tahu tentang kisah rahasia waktu itu, dan tidak terperangkap olehnya. Secara harfiah. Seperti sekarang. Dan jawab aku, akankah penyesalan mampu membuat waktu menoleh? Rasanya tidak..



-grace

No comments:

Post a Comment